11 Juli 2025
Film Indonesia berjudul “Bulan di Atas Bambu” berhasil mengukir prestasi membanggakan dengan meraih Film Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang bergengsi Asia Cinematic Awards 2025 yang digelar di Tokyo, Jepang, pada 10 Juli malam. Film ini menjadi karya sinema Indonesia pertama yang memenangkan dua kategori utama di festival tersebut dalam satu tahun yang sama.
Disutradarai oleh Yosep Anggi Noen dan diproduksi oleh rumah produksi independen Semesta Layar, film ini merupakan adaptasi bebas dari legenda rakyat Jawa Tengah tentang penari bambu yang hilang saat gerhana bulan.
Alur Cerita dan Pesan Filosofis
Bulan di Atas Bambu menceritakan kisah Larasati, seorang penari klasik dari desa Wonogiri yang menghilang secara misterius saat sedang menari dalam tradisi “Tari Bulan Terlarang.” Pencarian keluarganya membawa penonton pada perjalanan antara realita dan mitos, yang mengangkat isu trauma keluarga, pengabdian perempuan, dan benturan antara kepercayaan leluhur dan modernitas.
Film ini juga menyisipkan simbolisme budaya Jawa, seperti bambu sebagai lambang kesabaran, dan bulan sebagai pengingat waktu dan siklus kehidupan.
Pemeran dan Tim Produksi
Pemeran utama Putri Marino tampil sangat menjiwai karakter Larasati. Ia didampingi oleh aktor senior Teuku Rifnu Wikana dan aktris teater muda Anindya Putri.
Sinematografi film ini digarap oleh Ipung Rachmat Syaiful, dengan visual penuh nuansa remang dan metafora simbolik yang memperkuat suasana magis.
Skor musik menggunakan gamelan kontemporer hasil kolaborasi dengan Komunitas Karawitan Surakarta, menghadirkan pengalaman audio yang mendalam.
Apresiasi dan Penghargaan
Selain Film Terbaik dan Sutradara Terbaik, film ini juga memenangkan:
-
Skenario Terbaik (Adisuryo Hadisuwito)
-
Tata Artistik Terbaik
-
Special Mention dari Juri Internasional
Juri menyebut film ini sebagai:
“Sebuah puisi visual yang mencekam sekaligus menyembuhkan — menggambarkan betapa mitos dan kenyataan bisa bertaut dalam narasi sinema yang menyentuh jiwa.”
Penayangan Internasional
Film ini akan diputar di Festival Film Berlin, Toronto International Film Festival (TIFF), serta masuk dalam seleksi awal untuk mewakili Indonesia di Oscar 2026 kategori Best International Feature.
Kesimpulan
Bulan di Atas Bambu membuktikan bahwa film Indonesia dapat menembus batas budaya dan emosi, membawa cerita lokal ke panggung dunia tanpa kehilangan identitas. Ini bukan hanya kemenangan sineas Indonesia, tapi juga kemenangan bagi seni bertutur Nusantara.


